Syarat Wajib Dan Cara Mengeluarkan Zakat
SYARAT WAJIB DAN CARA MENGELUARKAN ZAKAT
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc
PENGANTAR
Salah satu rukun Islam yang harus diamalkan seorang muslim, ialah menunaikan zakat. Keyakinan ini didasari perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Quran dan Sunnah. Bahkan hal ini sudah menjadi konsensus (ijma’) yang tidak boleh dilanggar.
Adapun dalil dari Al Qur’an, diantaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. [At Taubah/9 :103].
Dan firmanNya:
وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ
“Dan tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat“. [Al Baqarah/2:110].
Kemudian dalil dari Sunnah, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ بَعَثَ ِمُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ إِلَى الْيَمَنِ قَالَ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Sesungguhnya ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, (beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkata, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Karena itu, jika engkau menjumpai mereka, serulah mereka kepada syahadat, tidak ada yang berhak disembah dengan haq, kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mentaati engkau dalam hal itu, maka ajarilah mereka, bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari- semalam. Jika mereka telah mentaatimu dalam hal tersebut, maka ajarilah mereka, bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah atas harta mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagi-bagikan kepada para faqir miskin dari mereka. Jika mereka telah mentaatimu dalam hal tersebut, maka berhati-hatilah terhadap harta-harta kesayangan mereka dan bertaqwalah dari doa-doa orang yang dizhalimi, karena tidak ada penghalang darinya dengan Allah“.[1]
Sedangkan dalil dari ijma’, kaum muslimin telah bersepakat atas kewajibannya, sebagaimana telah dinukilkan oleh Ibnu Qudamah [2] dan Ibnu Rusyd [3].
Kewajiban ini, tentunya memiliki syarat dan cara yang harus diperhatikan kaum muslimin, sehingga dapat menunaikan kewajibannya membayar zakat dengan benar dan tepat.
PERSYARATAN KEWAJIBAN MENGELUARKAN ZAKAT
Syarat-syarat wajibnya mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
1. Islam.
Islam menjadi syarat kewajiban mengeluarkan zakat dengan dalil hadits Ibnu Abbas di atas. Hadits ini mengemukakan kewajiban zakat, setelah mereka menerima dua kalimat syahadat dan kewajiban shalat. Hal ini tentunya menunjukkan, bahwa orang yang belum menerima Islam tidak berkewajiban mengeluarkan zakat [4]
2. Merdeka.
Tidak diwajibkan zakat pada budak sahaya (orang yang tidak merdeka) atas harta yang dimilikinya, karena kepemilikannya tidak sempurna. Demikian juga budak yang sedang dalam perjanjian pembebasan (al mukatib), tidak diwajibkan menunaikan zakat dari hartanya, karena berhubungan dengan kebutuhan membebaskan dirinya dari perbudakan. Kebutuhannya ini lebih mendesak dari orang merdeka yang bangkrut (gharim), sehingga sangat pantas sekali tidak diwajibkan [5].
3. Berakal Dan Baligh.
Dalam hal ini masih diperselisihkan, yaitu berkaitan dengan permasalahan zakat harta anak kecil dan orang gila. Yang rajih (kuat), anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan mengeluarkan zakat. Akan tetapi kepada wali yang mengelola hartanya, diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya, karena kewajiban zakat berhubungan dengan hartanya [6].
4. Memiliki Nishab.
Makna nishab disini, ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan batas kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut [7]. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَيَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلأَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir“. [Al Baqarah/2:219].
Makna al afwu adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang. [8]
SYARAT-SYARAT NISHAB
Adapun syarat-syarat nishab ialah sebagai berikut:
1. Harta tersebut diluar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang, seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.
2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab [9] dengan dalil hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لاَ زَكَاةَ فِيْ مَالٍ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun)” [10].
Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun, yang diambil ketika menemukannya.
Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan berzakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut [11].
NISHAB, UKURAN DAN CARA MENGELUARKAN ZAKATNYA.
1. Nishab Emas Dan Ukuran Zakatnya.
Adapun nishab emas sebanyak 20 dinar. Dinar yang dimaksud ialah dinar Islam. Ukuran satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jadi 20 dinar itu setara dengan 85 gram emas murni. Demikian ini yang telah ditetapkan oleh Syaikh Muhammad Al Utsaimin [12] dan Yusuf Qardhawi [13].
Dalil nishab ini ialah hadits Ali bin Abi Thalib, beliau berkata: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ
“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas- sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya (zakat) 1/2 dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada di harta zakat, kecuali setelah satu haul” [14].
Kemudian dari nishab tersebut diambil 2,5 % atau 1/40. Dan kalau lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab yang awal. Demikian menurut pendapat yang rajih (kuat).
Misalnya : seseorang memiliki 87 gram emas yang disimpan maka jika telah sampai haulnya maka wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya 87/40 = 2,175 gram atau uang seharga tersebut.
2. Nishab Perak Dan Ukuran Zakatnya.
Adapun nishab perak adalah 200 dirham. Setara dengan 595 gram, sebagaimana hitungan Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ 6/104 dan diambil darinya 2,5% dengan perhitungan sama dengan emas.
3. Nishab Binatang Ternak Dan Ukuran Zakatnya.
Adapun syarat wajib zakat pada binatang ternak sama dengan di atas dan ditambah satu syarat, yaitu binatangnya digembalakan dipadang rumput yang mubah daripada dicarikan makanan.
وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ
“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan diluar; kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor …” [15]
Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya ialah sebagai berikut:
1. ONTA.
Nishab onta ialah 5 ekor. Perhitungan selengkapnya sebagai berikut:
KADAR WAJIB ZAKAT ONTA
5 – 9 ekor : 1 ekor kambing
10 – 14 ekor : 2 ekor kambing
15 – 19 ekor : 3 ekor kambing
20 – 24 ekor : 4 ekor kambing
25 – 35 ekor : 1 ekor bintu makhad
36 – 45 ekor : 1 ekor bintu labun
46 – 60 ekor : 1 ekor hiqqah
61 – 75 ekor : 1 ekor jadzah
76 – 90 ekor : 2 ekor bintu labun
91 – 120 ekor : 2 ekor hiqqah
121 ekor : 3 ekor bintu labun
130 ekor : 1 ekor hiqqah dan dua ekor bintu labun
140 ekor : 2 ekor hiqqah dan dua ekor bintu labun
150 ekor : 3 ekor hiqqah
160 ekor : 4 ekor bintu labun
170 ekor : 1 ekor hiqqah dan 3 ekor bintu labun
180 ekor : 2 ekor hiqqah dan 2 ekor bintu labun
Keterangan :
1. Bintu makhad ialah onta yang telah berusia satu tahun.
2. Bintu labun ialah onta yang berusia dua tahun.
3. Hiqqah ialah onta yang telah berusia tiga tahun.
4. Jadzah ialah onta yang berusia empat tahun.
2. SAPI.
Nishab sapi ialah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya. Cara penghitungan sebagai berikut.
KADAR WAJIB ZAKAT SAPI
30 – 39 ekor : 1 ekor tabi’ atau tabi’ah
40 – 59 ekor : 1 ekor musinah
60 ekor : 2 ekor tabi’ atau 2 ekor tabi’ah
70 ekor : 1 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah
80 ekor : 2 ekor musinnah
90 ekor : 3 ekor tabi’
100 ekor : 2 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah.
Keterangan
1. Tabi’ dan tabi’ah ialah sapi jantan dan betina yang berusia setahun.
2. Musinnah ialah sapi betina yang berusia dua tahun.
3. Setiap 30 ekor sapi zakatnya ialah satu ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya ialah satu ekor musinnah.
3. KAMBING
Nishab kambing ialah 40 ekor. Perhitungannya sebagai berikut:
KADAR WAJIB ZAKAT KAMBING
40 ekor : 1 ekor kambing
120 ekor : 2 ekor kambing.
201 – 300 ekor : 3 ekor kambing.
Lebih dari 300 ekor : setiap kelipatan 100, 1 ekor kambing.
Dalil Perhitungan Nishab Zakat Binatang Ternak.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
هَذِهِ فَرِيضَةُ الصَّدَقَةِ الَّتِي فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ وَالَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا رَسُولَهُ فَمَنْ سُئِلَهَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ عَلَى وَجْهِهَا فَلْيُعْطِهَا وَمَنْ سُئِلَ فَوْقَهَا فَلَا يُعْطِ فِي أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ مِنْ الْإِبِلِ فَمَا دُونَهَا مِنْ الْغَنَمِ مِنْ كُلِّ خَمْسٍ شَاةٌ إِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ إِلَى خَمْسٍ وَثَلَاثِينَ فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ أُنْثَى فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَثَلَاثِينَ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ أُنْثَى فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَأَرْبَعِينَ إِلَى سِتِّينَ فَفِيهَا حِقَّةٌ طَرُوقَةُ الْجَمَلِ فَإِذَا بَلَغَتْ وَاحِدَةً وَسِتِّينَ إِلَى خَمْسٍ وَسَبْعِينَ فَفِيهَا جَذَعَةٌ فَإِذَا بَلَغَتْ يَعْنِي سِتًّا وَسَبْعِينَ إِلَى تِسْعِينَ فَفِيهَا بِنْتَا لَبُونٍ فَإِذَا بَلَغَتْ إِحْدَى وَتِسْعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَفِيهَا حِقَّتَانِ طَرُوقَتَا الْجَمَلِ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَفِي كُلِّ أَرْبَعِينَ بِنْتُ لَبُونٍ وَفِي كُلِّ خَمْسِينَ حِقَّةٌ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ إِلَّا أَرْبَعٌ مِنْ الْإِبِلِ فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا مِنْ الْإِبِلِ فَفِيهَا شَاةٌ وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ إِلَى مِائَتَيْنِ شَاتَانِ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى مِائَتَيْنِ إِلَى ثَلَاثِ مِائَةٍ فَفِيهَا ثَلَاثُ شِيَاهٍ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى ثَلَاثِ مِائَةٍ فَفِي كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا وَفِي الرِّقَّةِ رُبْعُ الْعُشْرِ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ إِلَّا تِسْعِينَ وَمِائَةً فَلَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا
“Ini adalah kewajiban zakat yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kaum muslimin dan yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui RasulNya: Dalam setiap 24 ekor onta dan yang kurang dari itu (zakatnya) kambing; pada setiap 5 ekor (onta), (zakatnya) satu kambing. Kalau telah sampai 25 ekor sampai 35 ekor, maka ada (zakat) binti makhad (onta perempuan yang berusia satu tahun); jika tidak ada, (maka) boleh dengan ibnu labun (onta laki-laki yang berusia dua tahun). Jika sampai 36 hingga 45 ekor, terdapat padanya binti labun (onta perempuan berusia dua tahun). Kalau sampai 46 hingga 60 ekor, terdapat hiqqah (onta perempuan yang telah sempurna berusia 3 tahun) yang siap dihamili oleh onta laki-laki. Kalau sampai 61 hingga 75 terdapat, jidzah(onta yang telah berusia 4 tahun). Kalau sampai 76 hingga 90 ekor, terdapat 2 bintu labun. Kalau sampai 91 hingga 120 ekor, terdapat 2 hiqqah. Kalau sampai lebih dari 120, maka setiap 40 ekor ada bintu labin dan setiap 50 hiqqah. Dan barangsiapa yang memiliki kurang dari 4 ekor onta, maka tidak ada zakatnya kecuali kalau pemiliknya menghendaki. Dan dalam zakat kambing yang digembalakan diluar; kalau sampai 40 ekor hingga 120 ekor ada satu ekor kambing. Dan jika lebih dari 120 sampai 200 ekor, ada 2 ekor. Jika lebih dari 200 sampai 300 ekor, (maka) ada 3 ekor dan kalau lebih dari 300 ekor, maka setiap 100 ekor ada satu ekor kambing. Jika gembalaan seseorang kurang dari 40, seekor saja maka tidak terdapat zakat, kecuali bila pemiliknya menghendakinya ” [16].
4. Nishab Zakat Hasil Pertanian Dan Buah-Buahan Serta Ukuran Zakatnya.
Zakat hasil pertanian dan buah-buahan disyari’atkan dalam Islam dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَهُوَ الَّذِي أَنشَأَ جَنَّاتٍ مَّعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَآأَثْمَرَ وَءَاتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermaca-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan“. [Al An’am/6 :141]
Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ خَمْسَةِ أَوْسُقِ صَدَقَةٌ
“Tidak ada di bawah lima wasaq zakat“.[17]
Satu wasaq setara dengan 60 sha’ [18]. Sedangkan satu sha’ setara dengan 2,175 kg [19] atau 3 kg.
Demikian menurut takaran Lajnah Daimah Li Al Fatwa Wa Al Buhuts Al Islamiyah (Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia). Berdasarkan fatwa dan amal resmi yang berlaku di Saudi Arabia, maka nishab zakat hasil pertanian ialah 300 x 3 = 900 kg. Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka zakatnya sebanyak 1/10 (10%). Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فِيْمَا سَقَتْ الأَنْهَارُ وَالغَيْمُ الْعُشُوْرُوَ فِيْمَا سُقِِيَ بِالسَّانِيَةِ نِصْفُ الْعُشُوْرِ
“Pada yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh (1/10); dan yang disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh (1/20)“.[20]
Misalnya : seorang petani berhasil menuai hasil panennya sebanyak 1000 kg. Maka ukuran zakat yang dikeluarkan bila dengan pengairan (alat siram tanaman) ialah 1000 x 1/20 = 50 kg. Bila tadah hujan, sebanyak 1000 x 1/10 = 100 kg.
5. Nishab Zakat Barang Dagangan Dan Ukuran Zakatnya.
Pensyariatan zakat barang dagangan masih diperselisihkan para ulama. Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.
Adapun syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan, sama dengan syarat-syarat yang ada pada zakat yang lain, dan ditambah dengan tiga syarat lainnya,yaitu:
a. Memilikinya dengan tidak dipaksa, seperti dengan membeli, menerima hadiah dan yang sejenisnya.
b. Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
c. Nilainya telah sampai nishab. [21]
Seorang pedagang harus menghitung jumlah nilai barang dagangan dengan harga asli (beli), lalu digabungkan dengan keuntungan bersih setelah dipotong hutang.
Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan jumlah total sebesar Rp 200.000.000,- dan laba bersih sebesar Rp 50.000.000,- Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp 100.000.000,- Maka perhitungannya sebagai berikut:
Modal – hutang : Rp 200.000.000,- – Rp 100.000.000,- = Rp 100.000.000,-
Jadi jumlah harta zakat adalah Rp 100.000.000,- + Rp 50.000.000,- = Rp 150.000.000,-
Zakat yang harus dibayarkan: Rp 150.000.000,- x 2,5% = Rp 3.750.000,- [22]
6. Nishab Zakat Harta Karun Dan Ukuran Zakatnya.
Harta karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa mensyaratkan nishab dan haul, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَفِيْ الرِّكَازِ الْخُمُسُ
“Dalam harta karun temuan terdapat seperlima zakatnya“. [23]
CARA MENGHITUNG NISHAB.
Dalam menghitung nishab terjadi perbedaan pendapat. Yaitu pada masalah, apakah yang dilihat nishab selama setahun ataukah hanya dilihat pada awal dan akhir tahun saja?
Al Imam An Nawawi berkata,“Menurut mazdhab kami (Syafi’i), mazdhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya –dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak dan binatang ternak– keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika dari haul, maka terputuslah (hitungan) haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu, maka dimulai perhitungannya lagi, ketika sempurna nishab tersebut [24]. Inilah pendapat yang rajih, insya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Misalnya nishab tercapai pada bulan Muharram 1423 H, lalu bulan Rajab pada tahun itu, ternyata hartanya berkurang dari nishabnya. Maka terhapuslah perhitungan nishabnya. Kemudian pada bulan Ramadhan (pada tahun itu juga), hartanya bertambah hingga mencapai nishab. Maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkanlah zakatnya.
Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 07/Tahun VII/1424/2003M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
_______
Footnote
[1]. Hadits riwayat Al Jamaah.
[2]. Lihat Al Mughni, karya Ibnu Al Qudamah 4/5.
[3]. Lihat Bidayah Al Mujtahidin 1/244.
[4]. Lihat Al Wajiz Fi Fiqhi Al Sunnah Wa Al Kitabi Al Aziz, karya Abdul’azhim bin Badawi, hal. 212 dan Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal. 115.
[5]. Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal. 118.
[6]. Ibid, hal. 117-118.
[7]. Lihat Syarh Al Mumti’ ‘Ala Zaad Al Mustaqni’, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin 6/20
[8]. Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal. 119.
[9]. Lihat Fiqh As Sunnah, karya Sayyid Sabiq 1/467.
[10]. Hadits ini diriwayatkan dari beberapa jalan periwayatan. Diriwayatkan dari jalan periwayatan Ibnu Umar oleh At Tirmidzi 1/123, dari jalan periwayatan ‘Aisyah oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya no. 1793, dari periwayatan Anas bin Malik oleh Al Daraquthni dalam Sunan-nya no. 199 dan periwayatan
Ali bin Abi Thalib oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no. 1573. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam kitab Irwa Al Ghalil, 3/254-258.
[11]. Lihat Syarh Al Mumti’ 6/ 24.
[12]. Dalam Syarh Al Mumti’ 6/103.
[13]. Dalam Fiqhu Az Zakat.
[14]. Hadits Ali bin Abi Thalib ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no.1573 dan Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 4/95. Hadits ini dihasankan Syaikh Al Albani dalam Irwa’ Al Ghalil 3/256.
[15]. Hadits diriwayatkan Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya no. 1362.
[16]. Hadits diriwayatkan Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya no. 1362.
[17]. Muttafaqun ‘alaihi.
[18]. Menurut kesepakatan, lihat penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 3/364.
[19]. Menurut hitungan Syaikh Abdullah bin Sulaiman Alimani’ dalam makalah beliau yang berjudul Bahtsun Fi Tahwili Al Mawaziin Wa Al Makayil Al Syari’ah Ila Al Maqadir Al Mu’ashir, dalam Majalah Buhuts Al Islami Edisi 59, hal. 195. Menurut perhitungan beliau, nishab zakat pertanian dan buah-buahan ialah 300 x 2,175 = 652,5 kg.
[20]. Riwayat Muslim 2/673.
[21]. Lihat naskah penulis dalam majalah As Sunnah edisi 05/IV/1420/2000
[22]. Lihat Panduan Praktis Menghitung Zakat, karya Adil Rasyad Ghanim (edisi terjemahan), hal. 14.
[23]. Muttafaqun ‘alaihi. Lihat Al Wajiz Fi Fiqhi Al Sunnah Wa Al Kitabi Al Aziz, hal. 218.
[24]. Dinukil oleh Sayyid Sabiq dari ucapannya dalam Fiqh as-Sunnah 1/468
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2805-syarat-wajib-dan-cara-mengeluarkan-zakat.html